JAKARTA – Ethereum sebagai kripto nomor dua terbesar di dunia berdasarkan kapitalisasi pasarnya harus waspada. Pasalnya, cryptocurrency tersebut punya banyak pesaing yang berupaya menggulingkan ETH dari posisi kedua setelah Bitcoin. Sebut saja kripto Solana (SOL) dan Avalanche (AVAX).
Meroketnya kedua pembunuh Ethereum tersebut tidak terlepas dari biaya jaringan yang jauh lebih murah daripada ETH. Akhir-akhir ini banyak pengguna jaringan Ethereum yang mengeluhkan gas fee yang tinggi. Oleh karena itu mereka lebih memilih alternatif ETH seperti SOL dan AVAX yang menawarkan gas fee yang sangat murah.
Tidak heran jika dalam beberapa bulan terakhir SOL dan AVAX meroket. Memasuki tahun 2022, SOL dan AVAX tampaknya mengalami kesulitan untuk kembali ke performa terbaiknya.
Melansir U.Today, menurunnya popularitas NFT dan keuangan terdesentralisasi (DeFi) mempengaruhi penurunan harga kripto SOL. Data pasar dari Tradingview mengungkapkan bahwa kenaikan harga Solana hampir sepenuhnya berkolerasi denga naik turunnya industri NFT.
BACA JUGA:
Setelah mengalami kenaikan yang mencengangkan hingga tembus harga tertinggi sepanjang masa baru (ATH) pada bulan November, kini SOL anjlok sekitar 30 persen dari ATH-nya. Saat ini Solana menempati posisi kelima kripto terbesar berdasarkan kapitalisasi pasarnya.
Selain SOL, kripto Avalanche (AVAX) juga mengalami penurunan yang signifikan. Harga AVAX anjlok sekitar 23,3 persen dari ATH yang ditorehkannya pada 21 November 2021 lalu. Alternatif jaringan Layer 1 ini gagal mempertahankan nilainya selama koreksi market kripto.
Saat berita ini ditulis harga AVAX diperdagangkan di level Rp1.587.591, mengalami penurunan 3,5 persen dalam 24 jam terakhir. Sedangkan kripto SOL diperdagangkan di harga Rp2.467.731. Harga Solana turun 1,5 persen dalam 24 jam terakhir sebagaimana laporan data dari Coingecko. Di sisi lain, AVAX menunjukkan performa terbaiknya dalam aksi jual pasar dengan reli 50 persen pada pertengahan Desember 2021 lalu.