Bagikan:

JAKARTA - Pada 6 Januari 1995, kebakaran terjadi akibat ledakan bahan kimia di sebuah apartemen di Manila, Filipina. Ternyata kebakaran tersebut terjadi akibat aktivitas peracikan bom dengan cairan kimia. Ledakan ini yang menguak sebuah rencana teroris yang disebut plot Bojinka.

Mengutip New York Times , Plot Bojinka adalah rencana serangan teroris tiga fase berskala besar yang direncanakan oleh paman dan keponakan, Ramzi Yousef dan Khalid Sheikh Mohammed. Mereka berencana untuk membunuh Paus Yohanes Paulus II, meledakkan 11 pesawat dalam penerbangan dari Asia ke Amerika Serikat dengan tujuan membunuh sekitar 4.000 penumpang dan menghentikan perjalanan udara di seluruh dunia. Mereka juga berencana menabrakkan pesawat ke markas United States Central Intelligence Agency (CIA) di Fairfax County, Virginia.

Yousef, menurut Komisi 9/11, mempelajari jadwal penerbangan dan berencana menyelundupkan cairan kimia ke berbagai pesawat menuju Seoul, Korea Selatan, dan Hong Kong dan kemudian ke AS. Idenya adalah bom yang lengkap dengan perangkat pengatur waktu, akan ditinggalkan di pesawat. Nanti komplotannya akan berhenti sebelum meledakkan perangkat.

Untuk melatih operasi, sebuah bom latihan diledakkan di teater Manila pada akhir 1994. Bom lain disembunyikan di dalam pesawat Philippine Airlines Flight 434 dari Manila ke Tokyo 10 hari kemudian. Bom meledak dalam perjalanan ke Tokyo dan menewaskan seorang penumpang, tetapi pilot berhasil mendaratkan pesawat yang rusak.

Terlepas dari perencanaan yang matang itu, plot Bojinka berantakan karena kebakaran di apartemen tersebut. Kebakaran tersebut menarik perhatian Polisi Nasional Filipina Distrik Polisi Barat (PNP-WPD) pada 6–7 Januari 1995.

Ramzi Yousef. (Foto: Wikimedia Commons)

Yousef melarikan diri dari Filipina setelah kebakaran tersebut. Polisi kemudian menangkap Abdul Hakim Murad, seseorang yang kembali ke apartemen yang terbakar itu untuk membersihkan bukti yang memberatkan.

Barang-barang itu termasuk nitrogliserin, peralatan pembuat bom, catatan tentang formula bom, komputer dengan informasi penerbangan maskapai, pengatur waktu untuk meledakkan bom, dan surat ancaman untuk menyerang AS. Yousef berhasil ditangkap di Islamabad, Pakistan, pada Februari 1995.

Menurut penyelidik, spesialisasi Yousef adalah membuat bom dari benda-benda yang tampak tidak berbahaya dan tidak terdeteksi oleh keamanan bandara. Ia membuat jam tangan digital yang dimodifikasi sebagai pengatur waktu ledakan bom atau botol plastik untuk larutan lensa kontak yang diisi dengan komponen cair untuk nitrogliserin.

Ketika ditanyai setelah penangkapannya, Yousef menolak untuk menjelaskan dengan tepat bagaimana dia merencanakan untuk melakukan pengeboman. Selama persidangan yang dimulai pada Mei 1996, Yousef mewakili dirinya sendiri.

Berbicara dengan jelas dan tenang dalam argumen penutupnya. Dia menuduh polisi di Filipina dan Pakistan menaruh bukti yang memberatkannya. Penasihat hukum yang ditunjuknya, Roy Kulcsar, mendukung pendapat itu.

"Saya pikir bukti sepenuhnya mendukung temuan bahwa hampir semua orang yang berasal dari Filipina, tentu saja semua orang yang bekerja di Kepolisian Negara Filipina, berbohong pada satu titik kritis atau lainnya. Mereka mengakui sebanyak kesaksian mereka," kata Kulcsar, mengutip CNN.

Lahir di Kuwait dari ibu asal Palestina dan ayah asal Pakistan, Yousef belajar teknik listrik di Inggris dan kemudian pergi ke Pakistan di mana ia dilatih dalam pembuatan bom. Yousef merancang dan membuat bom truk urea-nitrat yang digunakan dalam pengeboman World Trade Center 1993.

Sekembalinya ke Pakistan ia mengambil pekerjaan untuk membunuh Perdana Menteri Benazir Bhutto. Usahanya gagal dan dia bersembunyi dan berakhir di Filipina bersama paman dari pihak ibu yang juga menjadi otak plot Bojinka, Khaled Sheikh Mohammed.

Sementara itu, Mohammed ditangkap baru berhasil ditangkap pada 1 Maret 2003, di kota Rawalpindi, Pakistan oleh CIA dan Intelijen Antar-Layanan Pakistan (ISI). Segera setelah penangkapannya, Mohammed dibawa ke penjara rahasia CIA di Afghanistan, kemudian Polandia, di mana ia diinterogasi oleh agen AS. Pada Desember 2006, dia dipindahkan ke tahanan militer di kamp tahanan Teluk Guantanamo.

Pada Maret 2007, setelah interogasi yang panjang, Mohammed mengaku bahwa ia juga mendalangi Serangan 11 September. Kejahatan lainnya yang ia akui adalah bom sepatu Richard Reid untuk meledakkan sebuah pesawat, Bom Bali I, pengeboman World Trade Center 1993, pembunuhan Daniel Pearl; dan berbagai serangan yang digagalkan serta berbagai kejahatan lainnya.

*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.

SEJARAH HARI INI Lainnya