JAKARTA - Fedi Nuril sedang menyelesaikan film terbarunya yang berjudul Kapan Hamil? Dalam film ini, Fedi berperan sebagai Alan. Film yang garapan Dee Cinema ini menurutnya bisa memberi penyegaran untuk akting yang selama ini dijalaninya.
"Saya bisa relate dengan tokoh Alan ini. Karena setelah menikah orang cenderung selalu bertanya, kapan istri hamil? Rasanya tidak nyaman, karena kita sendiri kan tidak tahu jawabannya. Tapi mau marah nggak bisa. Serba salah rasanya," katanya saat syukuran hari pertama syuting di Cibubur, Jakarta, Rabu, 9 Juni.
Dalam film Kapan Hamil?, Alan sudah menikah lama dengan Nadya tapi belum hamil. Menurutnya, peran ini sangat dekat dengan kehidupannya sendiri.
"Film ini yang paling menarik ceritanya, gue berperan sebagai Alan yang punya istri diperankan Laura basuki. Ini ceritanya seru, tiga tahun sudah menikah dan belum punya anak. Lalu dia diajak tes dan hasilnya dia yang mandul. Terus dia memanipulasi hasil tesnya supaya terkesan subur. Saat menutuskan untuk bayi tabung, dia berkelit lagi, menipu lagi bagaimana caranya dia bisa lolos dari progam bayi tabung ini," kata suami Calysta Vanny Widyasasti ini.
Sering bermain dalam film drama, Fedi antusias dengan film yang disutradarai Rizal Mantovani ini. "Menurut gue itu seru banget karena gue belum pernah mencoba karakter yang seperti ini sebelumnya. Manipulatif dan ceritanya banyak komedinya. Jadi nggak cuma drama yang menyentuh, tetapi juga menghibur," paparnya.
Kisah tentang pasangan yang belum memiliki keturunan menjadi garis besar, meskipun tidak pernah mengalaminya langsung, Fedi berharap film ini bis menjadi gambaran realita yang terjadi di masyarakat.
"Aku alhamdulilah nggak ngalamin apa yang ada di film ini. Tapi aku sering denger apa yang Nadya dan Alan alami ini terjadi di masyarakat. Dimulai dari tanya kapan nikah? Sudah nikah ditanya kapan hamil? Lalu sudah punya anak ditanya kapan nambah anak?," kata bapak 2 anak ini.
"Padahal kalau dipikir hamil itu semua ada masanya, kecuali bermasalah. Cukup reaslitis ya ini ceritanya. Aku pikir itu cuma terjadi di Indonesia, kalau pasangan nggak hami-hamil yang dicurigai duluan itu istrinya. Padahal ya belum tentu, bisa jadi cowoknya," imbuhnya.
Sifat ego suami akan menjadi faktor utama yang jadi kisah film ini. "Dan cowok itu cenderung egonya kena banget. Padahal ini natural ya, tidak perlu malu. Secara klinis bisa terjadi dan sekarang sudah ada solusinya. Tapi ya buat laki-laki itu pahit banget, egonya kena banget," terangnya.
Berangkat dari kisah nyata, film ini juga memberikan komedi. Sama seperti hidup yang kisahnya silih berganti.
"Ini komedinya lebih situasi, bukan karakter lain memerankan karakter konyol atau lucu. Tapi situasinya dibuat senatural mungkin dan membuat pada aktor ini jadi lucu. Buat gue yang biasa main drama serius ini refreshing juga," kata pria yang sudah membukukan 24 film di filmografinya ini.
Menurut Fedi, unsur komedi tidak bisa dipisahkan dari genre film apapun di Indonesia. "Penonton Indonesia masih melihat film sebagai hiburan. Unsur komedi itu dibutuhkan dalam sebuah film. Walapaun drama, mau seserius apa juga alangkah baiknya buat penonton Indonesia ada kemodinya. Jadi mereka terhibur," tegasnya.
BACA JUGA:
Malang melintang di akting, bahkan sudah pernah menjadi produser di film Heart Beat, Fedi masih menyimpan satu peran impian. "Pengin jadi setan di film horor," katanya.
Menurut Fedi, pandangan orang sama film horor sudah berubah. Horor Indonesia semakin serius, bahkan sudah masuk penghargaan juga.
"Selera masyarakat juga sudah berubah, mereka pengin ada cerita yang seru dan mengejutkan ada plot twist. Nah, aku belum pernah main horor dan aku bukan penakut. Sebagai aktor gue bukan penakut, jadi nggak ada bayangan bagaimana akting takut. Dan apakah nanti meyakinkan? Akhirnya kalau ada produser yang nawarin horor nanya 'Saya boleh jadi setannya nggak?'," kenangnya sambil tertawa.
Mencoba hal yang baru, menurut Fedi selalu menantang sehingga dia suka sesekali berfikir ekstrem. "Diterima atau enggak belakanganlah. Tapi kadang kita harus berani mengambil risiko, bisa sangat diterima atau dimaki-maki. Tapi aku siap sih kalau dimaki-maki, itu sudah risiko entertaiment ada yang suka atau enggak. Yang penting belajar oh ternyata gue nggak cocok jadi setan. Mungkin jadi dukunnya kali ya," katanya sambil tertawa.
Selalu Merindukan Musik
Memulai karir sebagai gitaris band Garasi, Fedi Nuril tak menyangka akan memiliki karir sebagai aktor yang awet. Berawal dari coba-coba, Fedi lantas menikmati setiap aktingnya. Untuk memilih bermain dalam sebuah film, Fedi memiliki beberapa pertimbangan.
"Pertama cerita, aku harus suka ceritanya. Kedua sebisa mungkin ada perbedaan dari karakter sebelumnya. Lihat sutadara, lawan main," paparnya.
Menurutnya, film memiliki proses panjang yang tak seglamour kelihatannya. Karena itulah Fedi sangat memperhatikan siapa tim di belakang layar yang akan bekerja sama dengannya.
"Film itu membutuhkan biaya yang besar, banyak orang, cukup serius dalam prosesnya. Walaupun yang kita buat komedi tapi bikinnya itu serius. Jadi penting untuk memiliki tim yang solid dan bisa dipercaya. Jadi siapa saja yang terlibat menurut aku penting," tegasnya.
Pandemi menjadi badai bagi perfilman Indonesia. Saat produksi film sedang di puncak optimisme, bioskop harus buka tutup. Tempat penayangan film beralih ke OTT.
Tak ada pilihan lain, karena keselamatan lebih utama, maka Fedi lebih memilih untuk mengambil sisi baiknya. Setelah film Surga yang Tak Dirindukan 3 tayang di salah satu OTT, Fedi melihat setipa kesempatan ada sisi baik dan buruknya.
"Ya mungkin hebohnya beda ya. Di satu sisi melihat bioskop ramai penonton itu senang, bikin semangat untuk bikin banget karena diapresiasi. Nah di OTT ini mungkin yang nonton banyak tapi kita nggak bisa lihat," katanya.
"Tapi positifnya OTT bisa menjangkau lebih luas bahkan mungkin di luar Indonesia. Kesempatan untuk ditonton itu lebih banyak. Plus minus tapi kita memang harus beradaptasi dengan kondisi ini," imbuh Fedi.
Pemaran Prassetyo di film Surga yang Tak Dirindukan ini tetap optimis dengan film Indonesia "Kalau kita lihat statistik itu kan naik terus ya. Untuk mencapai satu juta penonton itu nggak sesusah dulu. Sayangnya pas lagi naik-naiknya ada pandemi. Tapi melihat perkembangan orang-orang kreatifnya dan kemauan penonton ke bioskop itu aku optimis banget," jelasnya.
"Kalau aku lihat kita itu punya ciri khas yang nggak perlu nitu-niru orang luar. Karena penonton semakin meningkat sebelum pandemi, masih realistis mikir mereka lebih suka nonton film Indonesia daripada film lain. Jadi sayang banget memang ada pandemi, tapi aku optimis. Sineas-sineas baru muncul dan fresh," lanjutnya.
OTT, lanjutnya, bisa dijadikan kesempatan menggaet penonton yang lebih besar. "Misalnya nih ada orang-orang yang nggak suka sama film yang aku peranin cuma karena sudah langganan OTT ya akhirnya nonton. Tapi ternyata mereka suka, jadi nambah lagi penonton," katanya.
Yang tak bisa berubah pada sosok Fedi Nuril adalah rasa cintanya pada musik. "Selalu kangen bermusik, ya memang musik itu passsion aku dari sekolah. Udah main gitar terus-terusan. Sampai sekarang masih main musik. Film itu kan datangnya tiba-tiba, aku coba, dan ternyata ketagihan karena menyenangkan. Bikin musik itu juga selalu nagih sih," paparnya.
Meskipun selalu bermain musik, namun Fedi tak bisa melupakan gairah yang didapatkannya di atas panggung. Inilah yang paling dirindukan Fedi di masa pandemi COVID-19.
"Dengan pandemi nggak bisa jawab deh kapan main musik lagi. Karena walaupun sebagaian besar masyarakat sudah divaksin tapi masih ada potensi kena dan menularkan orang. Musisi itu mencapai titik kepuasan itu kalau bisa manggung live dan ditonton banyak orang. Walaupun sekarang ada media streaming, tapi nggak ada yang bisa ngalahin manggung dan ditonton banyak orang," katanya.
Untuk masa depan, film dan musik akan tetap menjadi tujuan hidupnya. Namun, pria kelahiran 1 Juli 1982 ini mengaku ingin lebih berkembang dari segi bisnis.
"Mungkin lebih mendalami segi bisnis, bukan berarti menjadi pengusaha atau gimana. Mungkin di musik, karena musisi itu paling males mendalami segi bisnisnya. Karena rumit hitung-hitungannya. Nah, dengan berubahanya zaman, menurut aku orang kreatif nggak bisa cuek sama itu," katanya.
Fedi ingin membangun jembatan antara kreatifitas dan komersil. "Karena biasanya orang kreatif dan produser yang mikirin komersil itu kan sering bentrok. Menurut aku nggak ada yang salah dan bener sih, harus mencari jalan tengah aja. Makanya mau mendalami segi bisnisnya supaya paham bagaimana bisa karya film dan musik itu bisa jalan tengah, idealisme dan komersil bisa jalan bareng," tegas Fedi Nuril.