Bagikan:

JAKARTA - Kinerja ekspor dan impor Indonesia pada Juni 2021 mengalami peningkatan, baik secara bulanan (month to month/mtm) maupun tahunan (year on year/yoy). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan peningkatan ekspor dan impor tersebut menunjukkan aktivitas ekonomi di Indonesia semakin menunjukkan pemulihan.

Berdasarkan data BPS yang dipublikasikan Kamis 15 Juli kemarin, nilai ekspor Indonesia tercatat 18,55 miliar dolar AS dan impor 17,23 miliar dolar AS pada Juni 2021. Nilai ekspor tersebut mencatatkan rekor tertinggi sejak Agustus 2011, sedangkan nilai impor merupakan tertinggi sejak Oktober 2018.

Jumlah ekspor tersebut meningkat 54,46 persen secara tahunan (yoy) yaitu dari 12,01 miliar dolar AS di Juni 2020 menjadi 18,55 miliar dolar AS di Juni 2021. Sedangkan impor naik 60,12 persen dari 10,76 miliar dolar AS di Juni 2020 menjadi 17,23 miliar dolar AS di Juni 2021.

Meski demikian, surplus perdagangan Indonesia yang berlangsung selama 14 bulan berturut-turut belum bisa dibilang kabar yang menggembirakan. Pasalnya, surplus perdagangan Tanah Air "tertolong" oleh beberapa faktor.

"Ini pertama karena faktor harga komoditas di pasar internasional sedang naik khususnya batubara, nikel dan barang tambang lain. Negara yang lakukan restart ekonomi lebih cepat seperti China membeli bahan baku dari indonesia dengan volume lebih besar," ujar Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, kepada VOI, Jumat 16 Juli.

Selanjutnya, kata Bhima, ekspor perkebunan juga positif terdorong kenaikan permintaan global yakni tumbuh 14 persen periode Januari-Juni.

"Soal harga ini menurutnya, bukan kuasa pemerintah jadi tidak ada hubungan dengan kebijakan pemerintah," tuturnya.

Kedua, lanjut Bhima, adalah faktor seasonal atau musiman Lebaran di mana impor barang konsumsi biasanya tercatat naik. Surplus perdagangan sebenarnya juga menurun di bulan Juni menjadi 1,32 miliar dolar AS.

"Pemerintah harusnya mewaspadai surplus yang turun salah satunya dipicu melebarnya defisit migas dibanding tahun lalu. Harga minyak naik itu juga membahayakan ekonomi karena indonesia net importir minyak," jelas Bhima.