Bagikan:

JAKARTA - Pembangunan Apartemen Antasari 45 mangkrak bertahun-tahun dan hanya berbentuk lima lantai basement hingga saat ini. Di balik mangkraknya pembangunan apartemen yang dijanjikan rampung pada Oktober 2017 tersebut, ada cerita pilu dari para pembeli.

Susan, salah satu pembeli mengaku Apartemen Antasari 45 merupakan investasi pertama yang disiapkannya untuk masa pensiun. Bahkan, di masa sulit pun, Susan selalu prioritaskan untuk membayar ansuran sebesar 80-90 persen dari gajinya.

Dia dan suaminya rutin bertanya mengenai status pembangunan apartemen tersebut, namun yang diterima hanyalah janji manis dari developer. Namun, tidak ada informasi atau penjelasan dari developer.

Susan mengaku seperti digantung bertahun-tahun sembari uangnya diambil. Sekarang, di masa pensiunnya, mimpi untuk bisa memiliki aset tempat tinggal yang nyaman seperti hilang begitu saja. Total kerugian yang dialami oleh Susan mencapai Rp1,23 miliar.

"Saya tidak rela kalau uang yang selama ini saya angsurkan, hilang begitu saja. Kalau pun saya harus melunasinya, saya butuh jaminan kalau proyek ini benar-benar dibangun. Bagaimana ceritanya sudah diminta melunasi, tapi dilanjut bangun saja belum. Kalau tiba-tiba tidak dibangun, saya harus rugi berapa banyak lagi," ujarnya kepada awak media, di Jakarta, Rabu, 19 Januari.

Tak hanya Susan, nasib yang sama juga menimpa Puji Purnama. Jerih payahnya menyicil apartemen hangus sia-sia. Padahal, kata Puji, apartemen tersebut dibeli untuk memudahkan mobilitas anaknya ketika kuliah.

Ia mengaku Apartemen Antasari 45 menjadi pilihan karena terbuai iming-iming developer. Ia bahkan menjual bagian depan dari rumahnya di Depok untuk DP apartemen. Namun, mimpi Puji untuk punya apartemen yang nyaman bagi anak-anaknya kini sirna dan malah menjadi beban.

Menurut Puji, tiap kali menghubungi pihak developer, alasan yang diterima bertahun-tahun selalu sama yakni pelebaran jalan. Puji akhirnya menghentikan ansuran karena tidak ada progress pembangunan.

Meski demikian, ia tetap menyimpan sebagian penghasilannya senilai Rp15 juta tiap bulan untuk nantinya dia bayarkan akad kredit jika pembangunan dilanjutkan. Kasusnya masih belum tuntas, Puji harus melewati gelombang pandemi yang berdampak besar bagi pekerjaan dan kesehatannya.

Sebagai seorang freelancer foodstylish, Puji tidak memiliki penghasilan tetap. Tabungannya pun perlahan menipis, mobil terpaksa dijual untuk membiayai pengobatan Puji dan keluarga yang sempat terkena COVID-19, memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari, hingga gaji 10 karyawan.

Puji mengatakan ini adalah pengalaman paling pahit yang pernah ia alami.

"Buat saya uang Rp450 juta ini sangat berarti di masa pandemi. Saya bisa pakai untuk nambah modal usaha, biaya hidup karyawan-karyawan saya, atau jadi tabungan masa depan anak-anak saya," tuturnya.