Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut transisi penggunaan energi menuju cita-cita energi hijau membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kebutuhan pembiayaan tidak dapat hanya ditanggung dengan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Pemerintah telah memperhitungkan dana yang diperlukan untuk membiayai transisi dari energi fosil ke energi terbarukan yakni mencapai 5,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp81,6 triliun,” ujarnya saat berbicara di Webinar Tantangan Milenial Merebut Peluang Akses Pembiayaan dalam Ekosistem UMKM dan Ekonomi Hijau, Selasa, 28 Desember.

Menurut Wimboh, dibutuhkan sinergi antara swasta dan pemerintah serta bantuan organisasi Internasional untuk dapat secara optimal menyokong kebutuhan pembiayaan yang sangat besar tersebut.

“Biaya transisi ini juga terkait dengan perubahan pada industri hilir yang harus mengubah proses pengolahannya sebagaimana prinsip ekonomi hijau,” tutur dia.

Wimboh menambahkan, Indonesia bersama Amerika Serikat telah membentuk Task Force Climate Change dimana OJK menjadi anggota di Working Group 4 terkait Sustainable and Blended Finance for Our Common Future.

Disebutkan dia bahwa tantangan terbesar dalam Working Group 4 adalah menyediakan pembiayaan berkelanjutan untuk menangani perubahan iklim.

“Hal ini dikarenakan transisi dari ekonomi konvensional kepada ekonomi berkelanjutan yang berfokus kepada lingkungan membutuhkan biaya sangat besar,” tegasnya.

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Indonesia menjadi salah satu negara yang aktif merilis pembiayaan hijau.

Tercatat, global green sukuk dengan pangsa investor mancanegara berhasil meraup pendanaan 3,5 miliar dolar AS atau setara Rp49,7 triliun (kurs Rp14.202). Kemudian, green sukuk ritel dengan pangsa pasar dalam negeri sebesar Rp6,88 triliun.