JAKARTA - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) II Kartika Wirjoatmodjo mengungkap bahwa neraca ekuitas PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk telah melampaui PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Ia mengatakan bahwa Garuda mengalami negatif ekuitas sebesar 2,8 miliar dolar AS atau setara dengan Rp40 triliun.
"Kami tekankan neraca Garuda saat ini mengalami negatif ekuitas 2,8 miliar dolar AS jadi ini rekor, kalau dulu rekornya dipegang Jiwasraya sekarang sudah digeser Garuda. Jadi negatif ekuitas Garuda sudah mencapai Rp40 triliun," katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Selasa, 9 November.
Sekadar informasi, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tercatat memiliki ekuitas negatif mencapai Rp38,4 triliun per Desember 2020. Sementara, Garuda Indonesia per September 2021 berada pada posisi negatif 2,8 miliar dolar AS atau Rp40 triliun.
Kartika mengatakan bahwa drop-nya tingkat neraca keuangan Garuda Indonesia disebabkan juga oleh adanya pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) 73 yang dilakukan perusahaan pada 2020-2021 ini yang menyebabkan dampak penurunan ekuitas semakin dalam.
"PSAK 73, membuat operating list jangka panjang menjadi cost saat ini dampaknya terasa berat, karena seluruh cost future seluruh kewajiban jangka panjang jadi MVP atau tercatat saat ini, neraca dihantam karena PSAK 73," tuturnya.
Menurut Kartika, pada posisi ini secara teknikal telah menyeret perseroan ke lubang kebangkrutan.
"Dalam kondisi ini dalam istilah perbankan sudah technically bankrupt, tapi legally belum, ini yang sekarang saat ini kita sedang upayakan gimana keluar dari posisi ini," kata pria yang akrab disapa Tiko ini.
Lebih lanjut, Tiko mengatakan, anggapan bangkrut tersebut karena secara praktik sebagian kewajiban Garuda Indonesia sudah tak dibayar. Bahkan, gaji pegawai pun dipangkas sejak 2020. Sedangkan untuk gaji pejabat perseroan sudah sebagian ditahan.
"Jadi kita harus pahami bersama situasi Garuda sebenarnya secara technical sudah mengalami bangkrut. Karena kewajiban-kewajiban jangka panjangnya sudah tidak ada yang dibayarkan termasuk global sukuk, termasuk himbara dan sebagainya," tuturnya.
BACA JUGA:
Tiko menjelaskan bahwa posisi utang Garuda mencapai 9,8 miliar dolar AS. Menurut dia, tunggakan pembayaran kepada lessor senilai 6,3 miliar dolar AS menjadi utang yang paling besar. Karena ada komponen jangka panjang, dan tadi ada komponen yang tidak terbayar dalam jangka pendek.
"Kalau disampaikan utangnya mencapai 7 yang tercatat, plus kemudian utang dari lessor yang tidak terbayar 2 miliar dolar AS lagi jadi totalnya sebenarnya 9 miliar dolar AS," ucapnya.
Sedangkan aset perseroan hanya 6,9 miliar dolar AS. Tiko mengatakan persoalan keuangan di maskapai nasional tersebut terjadi akibat kombinasi antara korupsi pada masa lalu dan penurunan pendapatan di masa pandemi COVID-19.
"Jadi saya sering ditanya Garuda ini kinerjanya turun karena apa? Apakah karena korupsi atau pandemi? Ya dua-duanya, bukan salah satu. Jadi terdampak karena dua-duanya yang membuat kondisi Garuda saat ini tidak baik," ucapnya.