JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mengumumkan hasil pemeriksaan dugaan pelanggaran hak asasi dalam Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hasilnya, ditemukan 11 pelanggaran hak dan adanya pemberian stigma taliban terhadap pegawai yang tak bisa dikendalikan.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam mengatakan pegawai yang disingkirkan dalam TWK merupakan mereka yang sejak awal dilabeli Taliban.
"Proses alih status Pegawai KPK menjadi ASN melalui Asesmen TWK hingga pelantikan pada 1 Juni 2021 diduga kuat sebagai bentuk penyingkiran terhadap pegawai tertentu dengan latar belakang tertentu, khususnya mereka yang terstigma atau terlabel Taliban," kata Anam saat membacakan hasil laporan atas dugaan pelanggaran HAM yang dilaksanakan secara daring, Senin, 16 Agustus.
Label Taliban ini ditujukan kepada pegawai KPK yang bekerja secara profesional sehingga tidak bisa dikendalikan oleh pihak manapun. Sehingga, label atau pemberian stigma tersebut tak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya secara faktual juga hukum dan dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
"Padahal karakter kelembagaan KPK atau internal KPK merujuk pada kode etik lembaga justru memberikan ruang untuk bersikap kritis dalam melakukan kontrol internal maupun kerja-kerja penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi," ungkap Anam.
Ia juga menyebut penyelenggaraan Asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai bukan semata-mata untuk melaksanakan amanat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019. Menurut Anam, tes itu justru memiliki intensi lain yaitu menyingkirkan pegawai tertentu dari KPK.
"Pelaksanaan UU tersebut digunakan sebagai momentum untuk meneguhkan keberadaan stigma dan label di dalam internal KPK," tegasnya.
Tak hanya pemberian stigma secara sengaja, proses tes ini juga telah dilakukan secara sewenang-wenang, abuse of power, dan tak sesuai dengan perundangan bahkan terdapat unsur kesengajaan terencana untuk maksud tertentu.
Salah satu contohnya adalah pelibatan pihak ketiga yaitu Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Negara (BIN) yang tak berdasar karena tak jadi digunakannya nota kesepahaman antara KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Selain itu, penandatanganan dokumen tersebut juga telah ditemukan manipulasi tanggal atau back date. "Dengan demikian kerja sama BKN dengan pihak ketiga seperti BAIS, Dinas Psikologi AD, BNPT, dan BIN juga tidak memiliki dasar hukum," ujar Anam.
Menurutnya, kerja sama itu memang merujuk pada Peraturan Kepala (Perka) BKN dan wujud dari Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2021. "Namun, pelaksanaan teknis kerja sama tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas. Apalagi secara substansi, isi maupun substansi Perka BKN tersebut tidak sesuai digunakan sebagai rujukan kerja sama dengan pihak ketiga," katanya.
Atas alasan inilah maka Komnas HAM menyimpulkan ada 11 pelanggaran hak yang sudah terjadi dalam proses Asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK yaitu hak atas keadilan dan kepastian hukum; hak perempuan; hak untuk tidak diskriminasi; hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan; hak atas pekerjaan; dan hak atas rasa aman.
Berikutnya hak yang dilanggar adalah hak atas informasi; hak atas privasi; hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat; hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan; dan hak atas kebebasan berpendapat.
BACA JUGA:
5 rekomendasi yang harus dijalankan
Setelah ditemukan 11 pelanggaran terkait pelaksanaan TWK, Komnas HAM kemudian mengeluarkan rekomendasi yang selanjutnya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Penyampaian kepada eks Gubernur DKI Jakarta ini dilakukan karena ia merupakan pemegang kekuasaan tertinggi pemerintah dan pejabat pembina kepegawaian tertinggi.
Ada lima rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM. Pertama adalah memulihkan status pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK untuk kemudian diangkat menjadi ASN.
Pemulihan ini sekaligus sebagai upaya penindaklanjutan arahan Presiden Jokowi beberapa waktu bahwa TWK tak bisa jadi dasar pemberhentian pegawai.
Selain itu, rekomendasi ini juga sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dalam pertimbangannya menyatakan pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN dengan alasan apa pun.
Kedua, Komnas HAM merekomendasikan presiden untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penyelenggaraan TWK terhadap para pegawai KPK.
"Selanjutnya, melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh pejabat kementerian/lembaga yang terlibat dalam Asesmen TWK agar dalam menjalankan kewenangan tetap patuh pada peraturan perundangan, serta memegang teguh prinsip profesionalitas, tranpsaransi, akuntabilitas, dan memenuhi asas keadilan, serta harus sesuai standar HAM," kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik dalam konferensi pers yang sama.
Keempat, Komnas HAM merekomendasikan perlunya penguatan wawasan kebangsaan hukum dan hak asasi manusia di mana nilai tindakan tersebut harus menjadi code of conduct bagi tiap ASN.
"Terakhir, pemulihan terhadap nama baik pegawai KPK yang dianggap TMS. Sebab ini menyangkut hak asasi mereka," tegas Taufan