Bagikan:

JAKARTA - Pusat pengembangan produksi mobil listrik Tesla berada di Silicon Valley, California, Amerika Serikat. Sejatinya, Tesla merupakan perusahaan bergenre otomotif yang seharusnya mengambil tempat di kawasan industri otomotif dan bukan di wilayah pusat IT dunia. Mengapa demikian?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)  periode 2016-2019 Arcandra Tahar mempunyai tinjaun lain mengenai korporasi milik miliarder Elon R. Musk tersebut. Dalam pandangannya, Arcandra menyebut ini merupakan siasat cerdik Tesla dalam memperlebar jarak dengan pesaing yang ingin berkecimpung dalam segmentasi yang sama.

“Elon Musk sangat cerdas … dia (Tesla) akan sulit dikejar oleh kompetitor yang baru mau masuk ke teknologi electric vehicle (EV),” ujarnya melalui laman resmi Instagram @archandra.tahar belum lama ini.

Narasi yang dibangun oleh Arcandra soal Tesla itu berawal dari pengalamannya saat mendapat undangan untuk berkunjung ke technology center yang didirikan perusahaan EV dari luar AS di Silicon Valley, California. Saat lawatan, dia terkejut karena tidak ada tanda-tanda bahwa lokasi yang disambanginya itu diperuntukan bagi perusahaan automobile.

“Selama kunjungan kami tidak menemukan tim perancang body, suspense, steering systems, dan brakes. Yang kami temui adalah sebuah kantor dengan berbagai rangkaian elektronik dengan integrasi chip sirkuit yang paling mutakhir dengan ditopang oleh programmer-programmer handal dan tentu ditambah dengan komponen motor listrik,” tuturnya.

Dalam benak mantan birokrat itu muncul pertanyaan liar, apakah perusahaan EV tidak lagi peduli dengan aerodinamika dari sebuah mobil? Lalu, bagaimana kekuatan rangka mobil yang menjamin aspek keselamatan dan dan kelincahan manuver?

“Strategi perusahaan EV yang membangun technology center-nya di Silicon Valley tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan Tesla di awal pendirian. Tesla, tidak mendirikan mendirikan pusat teknologi dan manufakturingnya di Detroit, Michigan yang menjadi center of excellence dari industri otomotif AS selama lebih dari satu abad, tapi lebih memilih Silicon Valley,” katanya.

“Kami menduga Tesla membutuhkan sejumlah aspek strategis untuk membangun produknya, seperti talenta-talenta terbaik bidang IT dengan budaya kerja yang sudah teruji menghasilkan teknologi yang merubah peradaban dunia macam Google, dan Apple,” sambung dia.

Aspek lain yang dijabarkan oleh Arcandra adalah Sillicon Valley bisa dijadikan jaminan untuk memastikan aspek pendanaan mobil listrik bisa terjaga. Pasalnya, teknologi listrik yang disematkan pada mobil Tesla masih terus dalam proses pengembangan. Dan, Silicon Valley adalah tempat sempurna untuk menarik minat investor dengan profil risiko yang tergolong besar.

Venture capitalist yang secara terukur mau mendanai ide-ide breakthrough dan juga berani untuk berinvestasi di perusahaan seperti startup yang berisiko tinggi,” tegasnya.

Lalu, apa bedanya teknologi mobil konvensional dengan mobil listrik?

Secara garis besar, teknologi mobil listrik hanya mengganti sekitar 30 persen komponen mobil konvensional. Sisanya, yakni 70 persen, merupakan teknologi matang yang sudah tersedia di pasaran sehingga tidak memerlukan riset mendalam.

“Patut diduga strategi Tesla dibaca pula oleh perusahaan EV lain yang mendirikan technology center-nya di Silicon Valley. Mereka kemudian membawa hasil risetnya ke negara asal untuk dikembangkan,” imbuhnya.

“Saat ini negara-negara tersebut ikut berkompetisi langsung dalam pengembangan teknologi EV, bukan menunggu,” tutup Arcandra.