Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta saksi dalam kasus dugaan suap ekspor benur atau benih lobster yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk kooperatif saat dipanggil dan dimintai keterangan.

Selain meminta kooperatif, KPK juga meminta para saksi untuk jujur dalam memberikan keterangannya.

"KPK dengan tegas mengingatkan kepada pihak-pihak yang dipanggil tim penyidik KPK untuk kooperatif dan memberikan keterangan secara  jujur dan terbuka terkait dengan perkara ini," kata Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 27 Januari.

Ali menegaskan pihak yang merintangi proses penyidikan bisa dijerat pidana melalui Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tak hanya itu, KPK membuka kemungkinan untuk mengembangkan perkara dugaan kasus suap tersebut bila memiliki bukti-bukti baru. 

"Terkait proses penyidikan yang saat ini masih berjalan, KPK tidak menutup kemungkinan untuk mengumpulkan bukti-bukti baru adanya dugaan tindak pidana korupsi lain," ujar Ali.

Diberitakan sebelumnya, dalam kasus suap ekspor benur atau benih lobster ini, Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama lima orang lainnya yaitu: Stafsus Menteri KKP Safri (SAF) dan Andreau Pribadi Misanta (APM); Pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) Siswadi (SWD); Staf istri Menteri KKP Ainul Faqih, dan Amiril Mukminin (AM).

Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito (SJT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri-nya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Uang ini dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istri-nya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, sepeda roadbike, dan baju Old Navy.

Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.