Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, Itong Isnaini Hidayat tidak hanya menerima uang dari pengacara dan kuasa PT Soyu Giri Primedika, Hendro Kasiono. Dia diduga menerima suap dari sejumlah pihak yang berperkara.

"KPK menduga tersangka IIH juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Suraba dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 20 Januari.

Nawawi kemudian menjelaskan perihal penerimaan suap yang dilakukan oleh Itong dari Hendro Kasiono. Kata dia, Itong adalah hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Surabaya terkait pembubaran PT SGP.

Untuk memudahkan proses itu, Hendro kemudian menyiapkan uang Rp1,3 miliar untuk pengurusan perkara dari tingkat Pengadilan Negeri sampai Mahkamah Agung. Tujuannya, agar keputusan hakim nantinya sesuai dengan keinginannya yaitu PT SGP bisa dibubarkan dengan nilai aset yang bisa dibagi mencapai Rp50 miliar.

Pertemuan dan komunikasi juga dilakukan Hendro dengan Hamdan, Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Surabaya untuk membahas soal ini dan hasilnya selalu dilaporkan pada Itong. Bahkan, dalam komunikasi itu, Hendro selalu menyamarkan pemberian uang dengan menyebutnya sebagai upeti.

Ada pun hasil dari komunikasi itu, Itong kemudian menyanggupi tapi dia meminta sejumlah uang sebagai imbalan.

"Selanjutnya, sekitar bulan Januari 2022 tersangka IIH menginformasikan dan memastikan permohonan dapat dikabulkan dan meminta tersangka HD untuk menyampaikan kepada tersangka HK supaya merealisasikan sejumlah uang yang sudah dijanjikan sebelumnya," ujar Nawawi.

Dari permintaan itu, terjadi penyerahan uang dari Hendro kepada Hamdan yang berujung pada OTT pada Rabu, 19 Januari kemarin.

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapakan Itong dan Hamdan sebagai tersangka penerima suap. Sementara Hendro ditetapkan sebagai pemberi suap.

Atas perbuatannya, Itong dan Hamdan selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf C atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara Hendro sebagai pemberi suap disangka Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1).