Bagikan:

JAKARTA - Pakar Hukum sekaligus Guru Besar Hukum Pidana dari Universitas Airlangga (Unair) Nur Basuki Minarno menduga majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bakal memvonis terdakwa dugaan korupsi PT Asabri, Heru Hidayat, dengan sanksi pidana penjara blanko atau nol. Alasannya, Heru Hidayat sudah divonis penjara seumur hidup dalam kasus Jiwasraya.

“Dalam kasus Jiwasraya, Heru Hidyat sudah dipidana penjara seumur hidup, maka di dalam perkara Asabri jika majelis hakim menyatakan Heru Hidayat itu terbukti bersalah melakukan tidak pidana sebagaimana dalam dakwaan, maka di amar putusannya dinyatakan pidananya, namun pidana blanko yang artinya pidana penjaranya nol,” ujar Nur kepada dalam keterangannya, Selasa, 11 Januari.

Menurut Nur, dalam aturan yang berlaku di Indonesia pidana penjara seumur hidup merupakan sanksi penahanan yang maksimal. Sebab, Indonesia tidak menganut kumulatif hukuman.

“Indonesia tidak menerapkan pemidanaan penjara kumulatif. Di Indonesia, pidana penjara terberat adalah pidana penjara tertinggi ditambah sepertiga-nya. Tetapi kalau sudah pidana penjara seumur hidup, maka pidana terberat tidak berlaku lagi karena itu yang sudah yang paling berat, selama hidupnya berada di penjara,” papar Nur.

Kemudian, Nur juga menilai majelis hakim bakal konsisten memvonis Heru Hidayat sesuai surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dan fakta persidangan. Sehingga, tuntutan hukuman mati dari jaksa dianggap tak tepat karena tidak terdapat dalam surat dakwaan.

“Secara aturan, hakim memutuskan perkara berpegang pada surat dakwaan karena itulah yang diperiksa dan dibuktikan dalam persidang-persidangan sebelum putusan. Nah, dalam kasus Asabri ini, JPU tidak menjerat atau mencantumkan Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor yang memuat hukuman mati dalam surat dakwaan Heru Hidayat,” katanya.

Selain itu, tindak pidana yang dilakukan Heru Hidayat dalam kasus Jiwasraya dan kasus Asabri bukanlah pengulangan tindak pidana. Tetapi masuk dalam kategori konkursus realis atau meerdaadse samenloop.

Artinya, seseorang melakukan sejumlah tindak pidana sekaligus dalam waktu yang bersamaan dan masing-masing tindak pidana berdiri sendiri.

“Kalau pengulangan tidak pidana atau residive berarti dia diputus pidana, setelah diputus pidana, dia melakukan perbuatan pidana lagi. Kasusnya Heru Hidayat kan tidak, perbuatan pidananya sudah dilakukan semua atau tempus hampir bersamaan, hanya diproses tidak dalam waktu yang bersamaan,” ujar Nur.

Diketahui, Jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut terdakwa perkara dugaan korupsi Asabri, Heru Hidayat dengan pidana hukuman mati. Jaksa meyakini Heru terbukti bersama-sama sejumlah pihak lainnya telah melakukan korupsi dalam pengelolaan dana PT Asabri (Persero) yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 22,78 triliun.