Bagikan:

JAKARTA - DPR RI merespons keras polemik peleburan sejumlah lembaga penelitian termasuk Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional ( BRIN ). Paling disorot adalah nasib pegawai dan peneliti di lembaga riset tersebut. Pasalnya, terdapat 120 ilmuwan dan staf di LBM Eijkman non-PNS yang akan di-PHK tanpa pesangon.

Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno peneliti-peneliti dari LBM Eijkman dapat diakomodir ke lembaga-lembaga yang memang akan menjadi unit baru, yakni Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Karena, mencetak ilmuan itu membutuhkan waktu, investasi dan pengalaman-pengalaman.

"Kita minta supaya peneliti-peneliti itu tetap diberdayakan, karena untuk mengembangkan peneliti, menciptakan peneliti itu butuh waktu, butuh investasi dan butuh pengalaman untuk mendapatkan peneliti itu dan itu tidak mudah didapatkan," ujar Eddy, Senin, 3 Januari.

Politikus PAN itu juga berpesan agar para peneliti bisa ditampung dan diakomodir di unit yang baru. Tidak ada peneliti, apalagi yang produktif, ditinggalkan atau di-PHK.

Jikapun ada, harus dikomunikasikan dan dikoordinasikan dengan Komisi VII DPD selaku mitra dari BRIN. Pihaknya akan memantau dan memastikan bahwa ilmuwan dari LBM Eijkman diberdayakan.

"Pasti, pasti kita akan pantau. Karena kembali lagi, untuk menciptakan peneliti itu tidak gampang, tidak bisa 24 jam, butuh waktu, harus disekolahkan, mereka harus mendapatkan pengalaman penelitian, jadi kalau kita meninggalkan mereka, apalagi mem-PHK terutama mereka yang produktif, sangat disayangkan. Itu merupakan salah satu fokus kami agar peneliti jangan ditinggalkan dan harus dibicarakan dengan kami sebagai mitra dari BRIN," kata Eddy.

Sementara anggota Komisi VI DPR Achmad Baidowi, mewanti-wanti agar para peneliti bisa tetap diakomodir untuk terus mengembangkan dunia riset.

"Ke depan bagaimana memberikan kepastian kepada para periset tersebut. Nah, para peneliti harus tetap diakomodir, jangan sampai mereka disia-siakan," kata Baidowi, Senin, 3 Januari.

Jika pun dilebur, Sekretaris Fraksi PPP DPR itu berharap kehadiran BRIN dapat memperkuat riset di Indonesia yang selama ini seperti kurang mendapat dukungan dari pemerintah.

"Peleburan itu kan konsekuensi dari hadirnya BRIN sebagai lembaga yang membawahi riset. Hadirnya BRIN harus turut memperkuat praktek riset," tegas Awiek.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengingatkan agar peleburan lembaga molekuler Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus memperhatikan hak-hak pegawai dan peneliti. Sebab menurut isu yang beredar, ratusan ilmuwan terancam diberhentikan.

"Semoga proses penelitian-penelitian bisa berjalan dengan baik, lancar, dan efektif dengan adanya proses peleburan ini," ujar Dasco di Gedung DPR, Senin, 3 Januari.

"Tetapi yang perlu diperhatikan adalah hak-hak dari pegawai serta peneliti. Jangan dilupakan hak-haknya dalam hal peleburan ini," sambungnya.

Lebih lanjut, pimpinan DPR bidang Korekkeu itu mengatakan akan meminta komisi terkait untuk melakukan pengawasan terhadap peleburan sejumlah lembaga penelitian, termasuk Eijkman.

"Nanti kami akan minta ke komisi teknis terkait untuk melakukan pengawasan terhadap peleburan ini," pungkas Dasco.

Pegawai dan Periset Eijkman Dapat Kepastian Status Kepegawaian dan Hak Finansial

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengeklaim para pegawai dan periset dari Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman yang telah melebur ke dalam BRIN mendapat kepastian status kepegawaian dan hak finansial.

Hal ini sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

“Betul karena semua mengikuti skema sesuai ketentuan perundangan yang berlaku,” ujar Laksana, Senin, 3 Januari.

Soal perbandingan dari sisi honor dan gaji yang diterima sebelum dan sesudah melebur ke BRIN, Laksana menyatakan secara umum honorer itu resmi dan hanya bisa dibayar di bawah upah minimum regional (UMR) DKI.

“Jadi, dengan proses kami akan meningkatkan hak finansial mereka,” tegasnya.

Menurutnya, saat ini karyawan BRIN terdiri dari 40 PNS yang langsung masuk menjadi pegawai BRIN dan 71 periset honorer. Nantinya, mereka bisa memilih satu dari lima opsi yang ditawarkan oleh BRIN.

Pertama, PNS periset dilanjutkan menjadi PNS BRIN sekaligus diangkat sebagai peneliti. Kedua, honorer periset usia di atas 40 tahun dan S-3, dapat mengikuti penerimaan aparatur sipil negara (ASN) jalur pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) 2021.

Ketiga, honorer periset usia kurang dari 40 tahun dan S-3 dapat mengikuti penerimaan ASN jalur PNS 2021. Keempat, honorer periset non-S-3 dapat melanjutkan studi dengan skema by-research dan research assistantship (RA), sebagian ada yang melanjutkan sebagai operator lab di Cibinong, bagi yang tidak tertarik lanjut studi.

Kelima, honorer non-periset diambil alih RSCM sekaligus mengikuti rencana pengalihan gedung LBM Eijkman ke RSCM sesuai permintaan Kemenkes yang memang memiliki aset tersebut sejak awal.

“Untuk yang S3 semua sudah mengikuti penerimaan ASN yang sudah berproses sejak Oktober 2021 dan sudah diterima. Kalau yang ikut by-research kami belum tahu, karena penerimaan mengikuti jadwal semester di kampus bulan Mei,” terangnya.

Dijelaskan pada salah satu opsi, honorer periset lulusan S-3 dapat mengikuti penerimaan ASN. Sementara yang berusia di atas 40 menggunakan jalur PPPK, sedangkan di bawah 40 tahun jalur penerimaan PNS.

“Setahu saya semua yang ikut tes, mereka lulus karena sudah keluar hasil akhirnya,” kata Laksana.

Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman Wien Kusharyoto menambahkan per September 2021 total pegawai ada 155 orang terdiri dari 42 ASN, 17 PPNPN dan 96 honorer. Staf peneliti ada 95 orang, 24 orang ASN (termasuk lima orang profesor), 71 tenaga honorer peneliti.

“Namun, beberapa mungkin akan mengakhiri kariernya di Eijkman karena faktor usia, studi pascasarjana di luar, dalam negeri atau memilih untuk bekerja di tempat lain. Untuk yang berstatus mahasiswa berbasis riset data direkrut kembali sebagai asisten riset dan menjalankan risetnya di PRBM Eijkman dengan biaya kuliah dan riset ditanggung BRIN,” kata Wien.

Wien mengatakan, para ASN periset sebelumnya belum memiliki jabatan fungsional peneliti. Setelah bergabung dengan BRIN, sebagian besar telah memperoleh jabatan fungsional peneliti, sehingga memperoleh tunjangan fungsional dan tunjangan kinerja sesuai jabatan fungsional penelitinya.

“Yang pasti sesudah melebur ke BRIN, gaji dan tunjangan resminya lebih besar dari sebelumnya,” demikian Wien.