JAKARTA - Ketiga vaksin COVID-19 yang disahkan otoritas Amerika Serikat (AS) tampaknya secara signifikan kurang protektif terhadap varian Omicron, yang baru terdeteksi dari virus corona dalam pengujian laboratorium, tetapi dosis booster kemungkinan memulihkan sebagian besar perlindungan, menurut sebuah penelitian yang dirilis pada Hari Selasa.
Studi dari para peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts (MGH), Harvard dan MIT yang belum peer review, menguji darah dari orang-orang yang menerima vaksin Moderna, Johnson & Johnson dan Pfizer BioNTech terhadap pseudovirus yang direkayasa agar menyerupai varian Omicron.
Mengutip Reuters 15 Desember, para peneliti menemukan netralisasi antibodi "rendah hingga tidak ada" varian dari rejimen reguler ketiga vaksin, dua suntikan vaksin Moderna atau Pfizer BioNTech atau salah satu vaksin dosis tunggal J&J.
Tetapi, darah dari penerima baru-baru ini dari dosis booster tambahan menunjukkan netralisasi varian yang kuat, studi tersebut menemukan.
Para ilmuwan juga menyebut, varian Omicron lebih menular daripada varian yang menjadi perhatian sebelumnya, termasuk sekitar dua kali lebih menular daripada varian Delta yang dominan saat ini, yang mungkin akan segera disusul oleh varian Omicron.
Hasilnya sejalan dengan penelitian lain yang baru-baru ini dipublikasikan. Para peneliti di Universitas Oxford mengatakan pada Hari Senin, mereka menemukan rejimen vaksin COVID-19 dua dosis Pfizer dan AstraZeneca (AZN.L) tidak menginduksi antibodi penetral yang cukup terhadap varian baru.
Sementara, BioNTech dan Pfizer mengatakan pekan lalu, tiga dosis vaksin COVID-19 mereka mampu menetralkan varian Omicron baru dalam tes laboratorium, tetapi dua dosis menghasilkan antibodi penetralisir yang jauh lebih rendah.
BACA JUGA:
Sedangkan, Moderna dan J&J belum merilis data mereka sendiri tentang bagaimana kinerja vaksin terhadap varian baru. J&J menolak mengomentari studi baru dan Moderna tidak menanggapi permintaan komentar.