Ketika Kampus STOVIA Melahirkan Orang-Orang "Radikal" yang Mengancam Belanda
JAKARTA - Kampus sebagai tempat berkembangnya orang-orang radikal bukan hal yang kita ketahui baru-baru ini saja. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bahkan sejak pemerintahan Belanda. Bayangkan bila tak ada sosok seperti Soetomo, Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, Ki Hajar Dewantara, dan mahasiswa-mahasiswa dari STOVIA lainnya, yang kerap dicap radikal oleh kolonial, niscaya kemerdekaan Indonesia sulit --kalau tak bisa dibilang mustahil-- dapat terwujud.
STOVIA atau School tot Opleiding van Indische Artsen adalah sekolah tinggi kedokteran yang didirikan Belanda pada akhir abad ke-19. Kini STOVIA telah menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain menjadi dokter yang menyembuhkan raga banyak orang, para alumni STOVIA juga banyak yang menjadi penyembuh jiwa manusia-manusia Hindia Belanda dengan turut membangkitkan kesadaran nasional. Namun, bila melihat dari kacamata Belanda, orang-orang tersebut tak lebih dari sekadar pengacau dan pengganggu stabilitas pemerintahannya. Tak ayal mereka-mereka yang mencoba membuat perlawanan terhadap Belanda, kerap dicap radikal.
Salah satu orang yang mendapat label "mahasiswa radikal" tak lain adalah Soetomo. Pada 1903 ia resmi menjadi siswa STOVIA. Bersama kawan-kawannya sesama mahasiswa STOVIA, ia lalu mendirikan organisasi pergerakan pertama di Indonesia, Boedi Oetomo.
Kelahiran Boedi Oetomo
Kelahiran Bodei Oetomo memang mengejutkan dan berbagai tanggapan pun segera berdatangan. Tanggapan yang paling dekat tentu berasal dari guru-guru STOVIA, sosok-sosok yang paling dekat dengan keberadaannya dengan sepak terjang Soetomo dan kawan-kawannya.
Seperti ditulis Gamal Komandoko dalam Boedi Oetomo: Awal Bangkitnya Kesadaran Bangsa (2008) beberapa guru STOVIA merasa risau melihat Soetomo dan kawan-kawannya terlibat aktif dalam organisasi Boedi Oetomo. Kerisauan para guru STOVIA masuk akal, mengingat Soetomo dan kawan-kawannya masih berada dalam pengawasan dan didikan mereka.
"Ketidakberhasilan mereka 'membina' Soetomo dan kawan-kawannya di jalur yang dikehendaki pemerintah bisa jadi akan membuat mereka tampak salah pada pandangan pemerintah. Kondisi yang membuat posisi mereka menjadi runyam," tulis Komandoko.
Itu sebabnya para guru STOVIA pernah mengancam akan mengeluarkan Soetomo dari kampus tersebut dan menuduh Soetomo berusaha melawan pemerintah kolonial. Beruntung, Soetomo dibela kawan-kawannya. Mereka meminta dikeluarkan juga bila Soetomo dikeluarkan.
Selain itu menurut pengakuan Soetomo, ia juga tertolong Direktur Sekolah STOVIA H.F. Roll karena memiliki pandangan luas. Suatu waktu dalam sebuah rapat, Roll melempar pertanyaan kepada rekan-rekannya sesama pengajar: "Tidak adakah seorang pun di antara Anda sekalian yang hadir di sini yang seradikal seperti Soetomo ketika Anda berumur delapan belas tahun?"
Dianggap mengancam
Sementara itu pemerintah kolonial sendiri tampak berhati-hati menanggapi kelahiran Boedi Oetomo. Organisasi tersebut tak luput dari pengawasan pemerintah Belanda.
Pemerintah memantau ke mana Soetomo dan kawan-kawannya hendak membawa Boedi Oetomo dan meraba-raba begaimana sifat organisasi baru tersebut. "Jika organisasi Boedi Oetomo bersifat moderat dan menjauhi radikalisme, pemerintah akan bisa menerima kehadirannya, meski tidak akan melepaskan pengawasan ketat mereka," tulis Komandoko (2008).
Seperti ditulis Komandoko, bagaimanapun juga, pemerintah kolonial tidak akan merasa senang melihat sebuah organisasi pribumi berkembang menjadi besar dan kuat yang bisa menjadi ancaman pemerintah. Terlebih jika ada bibit-bibit radikal di dalam organisasi tersebut.
Baca juga:
"Pemerintah kolonial pasti akan menumpas keradikalan dalam organisasi tersebut, seperti yang mereka lakukan pada tokoh-tokoh radikal dalam Indische Partij," tulis Komondoko. Seperti diketahui tiga serangkai pendiri Indische Partij yakni Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat atau Ki Hajar Dewantara.
Berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 dinilai sebagai awal pergerakan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Sehingga tanggal berdirinya organisasi ini diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.