Ibu Hamil Ingin Jual Ginjal di Depok: Gara-gara Harga Minyak Goreng Naik, Terlilit Utang Hampir Rp1 Miliar

DEPOK - Melvi Monita seharusnya bahagia karena sebentar lagi dia akan melahirkan si buah hati. Namun yang dirasa justru sebaliknya, Melvi cemas.

Melvi tak bisa menyembunyikan masalah yang tengah dihadapi. Wanita yang tinggal bersama suaminya di Depok itu mengaku terjerat utang lantaran kejeblos bisnis minyak goreng. Kata Melvi, jumlah utangnya sangat besar, hampir Rp1 miliar. Bagaimana bisa?

Melvi memulai bisnis minyak goreng sekitar 6 bulan yang lalu. Pada saat itu dia optimis, lantaran barang yang dijual adalah bahan pokok yang dibutuhkan sehari-hari.

“Baru juga sih (jualan minyak goreng). Karena kan baru pertama kali nyoba-nyoba bisnis minyak. Sempet viral juga kan bisnis minyak. Untungnya lumayan. Cuma karena saya gak bisa mengendalikannya, jadi drop.” kata Melvi kepada VOI, Jumat 21 Januari.

Melvi mengaku membeli minyak goreng di agen. Dia membelinya dalam jumlah besar. Tak tanggung-tanggung, stok minyak goreng yang dimiliki Melvi mencapai 500 karton. Satu karton isi 6 dengan ukuran 1-2 liter. Kata Melvi, untuk membeli 2200 karton modalnya mencapai Rp400 juta.

Namun, tiga bulan belakangan ini, sekitar bulan Oktober, bisnis minyak goreng Melvi mengalami kendala. Minyak goreng menumpuk di rumahnya. Melvi menjelaskan, saat itu dia sudah memiliki perhitungan sendiri. Dia tidak menyangka kondisi minyak goreng mengalami kenaikan tinggi.

“Waktu itu kan masih murah, dulu kan se-karton masih 168 (ribu). Terus lama-lama kan mahal-mahal gitu, orang kan gak ada yang mau. Udah cukup lama dari 5-6 bulan. Terus pas 3 bulan ini drop gitu, jadi stok banyak gak ada yang beli. Apalagi waktu itu saya sama sekali gak punya uang, jadi mau gak mau saya harus jual rugi. Modal Rp400 juta saya bisa jual Rp200 juta. Dari situ saya bingung nutupin utang sana - sini.” terangnya.

Banyak orang tidak membeli minyak goreng karena harga saat itu naik tinggi. Bahkan tak sedikit penjual gorengan berhenti dagang karena mengalami kerugian ketimbang dapat untung.

Pembeli minyak goreng sepi, Melvi cari akal. Dia akhirnya melepas stok minyak goreng ke warung-warung. Keputusan itu diambil karena Melvi kepepet tidak punya uang.

“Kayak ke warung, ke orang kadang kan saya suka jual 50 - 20 karton dan nominalnya itu saya jual 186 ribu. Saya belinya 225 - 230 ribu. Iya itu kadang sampe numpuknya di rumah saya dan sama sekali gak ada uang. Jadi mau gak mau saya jual rugi. Biar uang itu saya puter. Saya kan di rumah ada warung sembako juga, jadi saya bisa puter ke warung sembako juga. Saya jualnya rugi. Saking pengen cepet abisnya. Dari situ saya mengalami kerugian. Dari situ saya terlilit utang buat nutupin lubang.” jelas Melvi.

Awalnya Melvi berharap bisnis minyak gorang yang dilakukannya bisa menjadi besar dan sukses. Tapi siapa sangka usahanya itu justru membuat dirinya terjebak utang.

Sejak itu Melvi tidak bisa mengendalikan bisnisnya. Bahkan dia mengaku lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan.

“Saya gak bisa mengatur keuangannya, pemasukan dan pengeluarannya. Jadi lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan yang saya dapat.” aku Melvi.

Kata Melvi, dalam menjalani bisnis minyak goreng dia melakukannya seorang diri. Meski suaminya mengetahui aktivitas Melvi, namun suaminya fokus bekerja.

“Karena gak ada yang mengendalikan saya gitu. Suami kan juga kerja. Jadi gak ada yang mengontrol pengeluaran dan pemasukannya. Bayar kontakan, bayar motor, beli susu buat cek kandungan mau gak mau saya harus jual rugi.” terangnya lagi.

Melvi menyebut, akibat bisnis minyak goreng yang dijalaninya ambles dia terpaksa minjam uang sana-sini, pinjaman online, yang ditotal hamper mencapai Rp1 miliar. Bahkan untuk menutupi utangnya itu, Melvi berencana menjual ginjalnya.

“Hampir 1 m. Iya.” tandas Melvi.